Tak kunjung diserahkannya aset pasar tradisional oleh Kabupaten Tangerang menjadi dalih bagi Pemkot Tangerang Selatan untuk tidak melakukan penataan secara optimal, terlebih pasar tradisional yang ada di Kota Tangsel semakin semrawut. bahkan untuk meredam keresahan masyarakat terhadap situasi pasar yang semrawut bukan hanya pada masalah “Sampah” tetapi juga pada soal penataan pedagang kaki lima (PKL), alhasil wacana revitalisasi pasar tradisional terus digaungkan oleh Pemkot Tangsel.
Seperti yang di ungkapkan Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman (DKPP) Kota Tangsel Chaerul Saleh, ketika penyerahan aset dilakukan Pemkot Tangsel akan leluasa untuk melakukan penataan bahkan revitalisasi terhadap pasar yang ada, Kita terhambat penyerahan aset,” Kata Chaerul kepada rekan media, Kamis (29/03). Meski demikian pengangkutan terhadap “Sampah pasar tradisional terus dilakukan oleh DKPP, hal itu dilakukan untuk menghindari terjadinya penumpukan.
Upaya lain juga terus dilakukan oleh Pemkot Tangsel seperti penambahan armada “Truk Sampah” serta menggalakkan adanya TPST3R, saat ini Pemkot Tangsel hanya memiliki sekitar 11 unit armada truk sampah ditambah dengan bantuan dari Provinsi sebanyak 2 unit, ditambah dengan 54 armada gerobak motor pengangkut sampah untuk digunakan disetiap keluarahan dan 27 gerobak sampah roda dua. ” Jumlah armada masih kurang dan akan terus ada penambahan,” Pungkas Chaerul.
Sementara beberapa pengelola Pasar Tradisional mengatakan diantaranya, Dadang Juarsih pengelola Pasar Serpong,” Seharusnya Pemkot Tangsel bisa berinisiatif untuk bersikap dalam menata pasar tradisional, padahal mengenai proses pembuangan “sampah” khususnya di Pasar Serpong di wajibkan membayar Rp, 500.000 per hari kepada Pemkot. Jika di total maka dikeluarkan sekitar 15 juta sebulan.
Lain hal dengan Abdul kohar, Sekretaris Komisi B DPRD Tangerang Selatan mengatakan,” Memang saat ini masalah aset pasar tradisional terkait kepemilikan lahan dan bangunannya masih dimiliki PD Pasar Jaya kabupaten Tangerang. Pihaknya juga terus memberikan opsi-opsi kepada Pemkot Kabupaten agar aset tersebut untuk segera diberikan. ” Sejauh ini memang bisa dikatakan jika pengelolaan terhadap Pasar itu mati suri,” Ujarnya. Jika merujuk pada Undang-undang nomor 51 disebutkan, Jika dalam kurun waktu lima tahun penyerahan aet tersebut tidak dilakukan atau diserahkan, maka eksistensi yang dilakukan itu berbeda dengan yang sudah dilakukan saat ini, artinya bisa dilakukan tindakan yang lebih tegas.
Berdasarkan informasi yang didapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari aset pasar tradisional mencapai Rp,900 juta pertahunnya. maka, Pasar Tradisional cukup signifikan untuk menambah PAD. Abdul menambahkan, ” Sebetulnya sejauh ini proses penyerahan aset mesti melalui tiga tahap . Saat ini sudah sampai pada tahap kedua, dimana menyangkut tahap penyerahan aset terkait soal utang-piutang, karena itu terdapat didalam proses penyerahan aet. artinya ketika tahap ketiga sudah dilakukan mau tidak mau , suka tidak suka pihak Kabupaten agar segera merealisasikan penyerahan aset pasar tradisional, dan langkah ini tengah diproses dan masih terus dilakukan.
Sementara untuk bicara “Sampah” yang dihasilkan oleh Kota Tangerang Selatan, mencapai 1600 kubik per hari terdiri dari sampah rumah tangga dan sampah pasar tradisional se-Tangsel seperti, Pasar serpong, Pasar Ciputat, Pasar Bintaro Mas, Pasar Cimanggis, dan Pasar Jombang. dan dengan belum beroperasinya “Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu
Cipeucang (TPST Cipeucang) tentunya persoalan “Sampah” akan semakin komplek di Kota Tangsel. Akhirnya sejumlah kawasan dijadikan sebagai tempat penampungan sampah sementara seperti yang terjadi di Kawasan Nirwana, Kedaung dan Ciputat.
Sumber : Harian Umum Suara Tangsel, Jumat (30/03/2012)